Selasa, 24 April 2012

Aksara Jawa

Aksara Jawa (atau dikenal dengan nama hanacaraka atau carakan) adalah aksara jenis abugida turunan aksara Brahmi yang digunakan atau
pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, bahasa Makasar, bahasa Madura[rujukan?],bahasa Melayu[rujukan?] (Pasar),bahasa Sunda[1],bahasa Bali[rujukan?], dan bahasa Sasak[1]. Bentuk aksara Jawa yang sekarang dipakai (modern) sudah tetap sejak masaKesultanan Mataram (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari aksara Kawi dan merupakan abugida.



Pada bentuknya yang asli, aksara Jawa Hanacaraka ditulis menggantung (di bawah garis), seperti aksara Hindi. Namun demikian, pengajaran modern sekarang menuliskannya di atas garis.
Aksara hanacaraka Jawa memiliki 20 huruf dasar, 20 huruf pasangan yang berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf "utama" (aksara murda, ada yang tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, lima aksara swara (huruf vokal depan), lima aksara rekan dan lima pasangannya, beberapa sandhangansebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda baca, dan beberapa tanda pengatur tata penulisan (pada).


Huruf dasar (aksara nglegena)

Pada aksara Jawa hanacaraka baku terdapat 20 huruf dasar (aksara nglegena), yang biasa diurutkan menjadi suatu "cerita pendek":



Huruf pasangan (Aksara pasangan)

Pasangan dipakai untuk menekan vokal konsonan di depannya. Sebagai contoh, untuk menuliskan mangan sega (makan nasi) akan diperlukan pasangan untuk "se" agar "n" pada mangan tidak bersuara. Tanpa pasangan "s" tulisan akan terbaca manganasega (makanlah nasi). Tatacara penulisan Jawa Hanacaraka tidak mengenal spasi, sehingga penggunaan pasangan dapat memperjelas kluster kata.

Berikut ini adalah daftar pasangan:

Huruf Vokal tidak Mandiri (sandhangan)



http://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Jawa






Tidak ada komentar:

Posting Komentar